Selasa, 10 Januari 2012

ARTIKEL TB PARU


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TB PARU


Oleh :

NI WAYAN PUTRI DEWI JAYANTI  (10.321.0981)



Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2011



Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Imunologi dengan membahas anafilaktik syok dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Penulis juga menggunakan beberapa literature untuk melengkapi pembuatan makalah ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Denpasar, September 2011


Penuli

DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit pada system respirasi snagtlah banyak jenisnya, dan salah satunya adalah tuberkulosis paru atau sering disebut TB paru. Dan penyakit paru ini merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Tuberkulosa paru (TBC) adalah suatu penyakit infeksi kronik, akut atau subakut yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkolulosis yang bersifat tahan asam, aerob dan merupakan hasil gram positif, yang ada umumnya menyerang struktur alveolar par-paru. Tuberculosis paru (TBC) disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu mikrobakterium tuberculosis. Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5 µm, bentuknya seragam, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada makalah ini akan di bahas mengenai konsep dasar penyakit serta konsep dasar asuhan keperawatan pada TB paru yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1.2.1        Bagaimana konsep dasar penyakitt pada penyakit TB paru?
1.2.2        Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit TB paru?

1.3.1        Mengetahui konsep dasar penyakitt pada penyakit TB paru.
1.3.2        Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada penyakit TB paru.





BAB II

ISI

2.1  Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 PENGERTIAN

Tuberkulosa paru (TBC) adalah suatu penyakit infeksi kronik, akut atau subakut yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkolulosis yang bersifat tahan asam, aerob dan merupakan hasil gram positif, yang ada umumnya menyerang struktur alveolar par-paru.

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1992, penyakit paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpengasilan rendah. Adanya wabah HIV/AIDS di seluruh dunia juga turut mempengaruhi jumlah penderita TB paru termasuk Asia Tenggara. Selain itu, peningkatan jumlah penderita TB juga dipengaruhi oleh industrialisasi, kemudian transportasi, serta perubahan ekosistem. Dari hasil survei yang dilakukan oleh WHO didapatkan fakta bahwa kematian wanita akibat TB lebih besar daripada kematian akibat kehamilan dan persalinan (Zain, 2001).
Tuberculosis paru (TBC) disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu mikrobakterium tuberculosis. Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5 µm, bentuknya seragam, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada biakan, terlihat bentuknya bervariasi mulai dari bentuk kokoid sampai berupa filamen. Beberapa strain tertentu berbeda dalam pertumbuhannya, yaitu berbentuk batang dan tersusun seperti tali yang disebut cord formation (Budiarti, 2001).
Dinding selnya mengandung lipid samapai hampir 60 % dari berat seluruhnya, sehingga sangat sukar diwarnai dan perlu cara khusus agar terjadi penetrasi zat warna. Kandungan lipid yang tinggi pada dinding sel menyebabkan bakteri ini sangat tahan terhadap asam, basa, dan kerja antibiotic bakterisidal.


Penularan TBC dapat terjadi karena kuman dibentukkan atau dibersinkan secara “droplet infection”, yaitu udara yang dihirup ketika bernapas. Akibat terkena sinar matahari yang panas, droplet  menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara di bantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang terkandung dalam droplet terbang ke udara. Apabila bakteri tersebut terhirup oleh orang sehat, maka orang tersebut berpotensi terkena bakteri tuberculosis. Penularan baketri lewat udara tersebut dengan istilah air-borne infection. Bakteri yang terhisap melewatai pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi  implantasi bakteri, bakteri akan mengandakan diri (multipleying).  Tempat implantasi kuman TBC yang paling sering adalah permukaan alveoli dari perenkim paru pada bagian bawah lobus atas atau bagian atas lobus bawah. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersam focus primer disebut sebagi kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi kan menjadi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberkolosis dan bereaksi positif terhadap ters tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapt menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:
1.      Percabangan Bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran percernaan.

2.      System Saluran Limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkolosis milier.

3.      Aliran Darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapt membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkolosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, kelenjar adrenal, otak dan meningen.

4.      Reaktivasi Infeksi Primer (Infeksi Pasca-Primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang baik lebih lanjut danmenjadi dorman atau idur. Ketika suatu kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibtakan oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.

Ada kalanya pada paru-paru terdapat kaverne sehingga eksudat juga terbawa melalui kelenjar limfe maupun aliran darh yang mengakibtakan peradangan pada organ lainnya, antara lain peritonitis tuberkulosa, perikarditis tuberkulosa, meningitis dan limfa denitis tuberkulosa. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah atelektasis, hepoptisis dan pnemothorax.
 
ü  Utama :
·         Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih
ü  Tambahan :
·         Dahak bercampur darah
·         Batuk darah
·         Sesak napas
·         Badan lemas
·         Nafsu makan menurun
·         Berat badan menurun
·         Malaise
·         Berkeringat di malam hari
·         Meriang lebih dari 1 bulan

Zein (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan dan penemuan penderita (active case finding)

v  Pencegahan Tuberkulosis Paru
1.      Pemeriksaan kontak, yaitu pemerikasaan etrhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diualng pada 6 dan 12 bualn mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan kemoprofilaksis.
2.      Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
·         Karyawan rumah sakit/Puskesmas/Balai pengobatan
·         Penghuni rumah tahanan
·         Siswa-siswi pesantren
3.      Vaksinasi BCG
4.      Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diberikan pada kelompok berikut:
·         Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB
·         Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes tuberculin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular
·         Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari negative menjadi positif
·         Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obta imunosupresif jangka panjang
·         Penderita diabetes militus
5.      Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat ruamh sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia- PPTI).

v  Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobtan poada penderita TB paru selain megobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mta rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberculosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui :
                        Jenis  Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
I.                   Isoniazid (INH)
·         Bersifat bakterisid dan dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan
·         Efektif pada metabolic aktif (kuman dalam keadaan berkembang)
·         Dosis 5 mg/kg BB
II.                Rimpamfisin ( R )
·         Sifat : bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman (persisten) yang tidak dapat dibunuh INH
·         Dosis : 10 mg/ kg BB
III.             Pirazmamide ( Z )
·         Sifat : bakterisid dan dapat membunuh kuman dalam suasana asam
·         Dosis : 25 mg/kg BB
IV.             Etambutol ( E )
·         Sifat : bakterisid
·         Dosis : 15mg/kg BB
V.                Streptomycin ( S )
·         Sifat : bakterisid
·         Dosis : 15 mg/kg BB
Panduan OAT:
v  Katagori WHO:
ü Katagori I
Katagori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan meningitis, TB milier, perikarditis, pleuritis massif, spondiolitis dengan gangguan neorologis dan penderita dengan sputum negative tetapi kelainan parunya luas. Pemberian obat :
§  2HRZE/4H3R3
§  2HRZE/4HR
§  2HRZE/6HE
ü Katagori II
Katagori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Pemberian obat:
§  2HRZES/HRZE/5H3R3E3
§  2HRZES/HRZE/5HRE
ü Katagori III
Katagori III adalah kasus dengan sputum negative tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di laur paru.
§  2HRZ/4H3R3
§  2HRZ/4HR
§  2HRZ/6HE
v  Yang digunakan di Indonesia:
§  Katagori I : 2HRZE/4 H3R3
§  Katagori II : 2 HRZES/ HRZE/5 (HR)3 E3
§  OAT sisipan : HRZE
§  OAT anak : 2HRZ/4HR

2.2.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

ANAMNESIS
v  Keluhan Utama
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah klien dengan gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan:
1.      Keluhan respiratoris, meliputi:
a.       Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah.
b.      Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis atau bercak-bercak darah.
c.       Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pnemothoraks, anemia dan lain-lain.
d.      Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena TB.

2.      Keluhan sistemis, meliputi:
a.       Demam :
Keluhan yang sering di jumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama sekain panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan sepakin pendek
b.      Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. Tibulnya keluhan biasanya gradual muncul dalam beberapa minggu samapi bulan.

v  Riwayat Penyakit Saat ini
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan paling sering dikeluhkan, mula-mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadimerusakan jaringan. Batuk akn timbul apabila proses penyait telah melibatkan bronkus, dimana terjadi iritasi bronkus selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan terjadi produktif yang bergguna untuk membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoid atau porulen. Tanyakan selama keluhan batuk apakah adanya keluhan lain sperti demam, keringat malam, atau menggigil mirip dengan influenza karena keluhan demam dan batuk merupakan gejala awal dari TB paru. Apabila klien mengeluhkan mengalami sesak napas yang sebabkan TB paru, biasanya akan ditemukan gejala bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena adanya hal-hal yang menyertainya seperti efusi pleura, pnemothoraks, anemia dan lain-lain.
v  Riwayat penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari orang lain, pemebesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes militus.
            Tanyakan obat-obatan yang digunakan klien pada masa yang lalu masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi di massa lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reasi alergi yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatu alergi denagn efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan dalam 6 bualn terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT.

v  Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah.

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pada kondisi klinis klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
            Perawat juga harus mengkaji tempat tinggal klien. Hali ini penting karena pemukiman yang padat dan kumuh akan mempermudah penyebaran bakteri tuberkulosis. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah karennya mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan yang penting.

Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi dan keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), B6 (bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2 dan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

v  Keadaan Umum dan Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selitis pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Seorang perawat harus mengetahui konsep anatomi fisiologi umu sehingga dengan dengan cepat dapat menilai keadaan umum , kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas meningkat apabial disertai sasak napas, denyut nadi meningkat dan tekanan darah.

v  B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
§  Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan

Sekilas pandang klien dengan TB paru baisanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang massif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelaksis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercosta space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat kompilkasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalamio sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan penggunaan otot bantu pernapasan.   
Batuk  dan sputum
      Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabial TB paru disertai adanya bronkhiektasis yang membuat klien mengalami peningkatan produksi sputum.
§  Palpasi
Palpasi trachea
Adanay pergesaran trachea menandakan adanya gangguan penyakit pada lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trachea kea rah berlawanan kesisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan
TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan daa saat pernapasan biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya dietmukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vocal)
Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas merasakan bunyi dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berkumolasi di rongga pleura.
§  Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesaui banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru kesisi yang sehat.
§  Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada posisi yang sakit. Penting bagi perawat memeriksa untuk mendokumentasikan hasil askultasi didaerah mana didapatkan adanya ronhki. Bunyi yang terdengar melaui stetoskop ketiak klien berbicara disebut dengan resonan vocal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.                      
v  B2 (blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi           : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi             : denyut nadi perifer melemah
   Perkusi            : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
   Auskultasi      : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.

v  B3 (brain)
Kesadaran biasanya compos mentes, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, merintih meregang dan mengeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

v   B4 (bladder)
Pengukuran volume akut urine berhubungan denga intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanay oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi sebagai meminum OAT terutama Rimfampisin.

v  B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

v  B6 (bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur.

3.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada pemeriksaan rotgen thoraks sering ditemukan adanay suatu lesi sebelum ditemukan adanay gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan  rontgen menemukan suatu kelainan, tidak adanya gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di bawah lobus bawah biasanya berada di luar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis apaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
b.      Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic iriguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul, dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkokhiektasis, dan emfisema perisikatriksial.
c.       Radiologi TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe: yaitu TB paru milier akut dan TB milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara massif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dab sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat disebabkan oleh penyebaran dari TB primer dan mengakibatkan manifestasi klinis yang berat. Pada orang dewasa, khususnya orang tua, angka kejadian penyakit ini sangat tinggi dan sangat sulit sekali diidentifikasi. Pada klien lain, nodul-nodul tersebut dapat berupa garis tebal yang tidak begitu tajam dengan daerah-daerah yang kabur disekitarnya.
d.      Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberlkolosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sipat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapiutik, perbedaan kepekaan terhadap binatang percobaan dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium tuberculosis berupa:
1.      Sputum klien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan selam 24 jam.
2.      Urine. Urine yang diambil adalh urine pertama di pagi hari atau urine yang dikumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien menggunakan kateter maka urine yang tertampung di dalam urine bag dapat diambil.
3.      Cairan kumbah lambug. Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan jika anak-anak atau klien tidak dapat dikeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan diambil pagi hari sebelum sarapan.
4.      Bahan-bahan lain. Misalnya pus, cairan serebrospinal (sumsum tulang blakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses dan swab tenggorok.
Bahan pemeriksaan dapat diteliti secara mikroskopis dengan membuat sediaan dan mewarnai dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan mikroskopik dilaporkan sebagi berikut.
·         Bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan asam, maka diberikan label (penanda) : “Bakteri tahan asam negative atau BTA (-)”.
·         Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 bintang pada seluruh sediaan, maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan ulangan.
·         Bial ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label : “ Bakteri tahan asam positif atau BTA (+)”.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitive adalah pemeriksaan laju endap darh (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan immunoglobulin terutama IgG dan IgA.

 

2.2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi mucus yang kental, edema
2.      Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar-kapiler
3.      Resiko penularan infeksi b.d terpajanan lingkungan
4.      Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang minat pada makan
5.      Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi proses penyakit



v  Dx1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi mucus yang kental, edema

Tujuan dan Kreteria Hasil
Tindakan/Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan napas px efektif dengan kreteria hasil pola napas px normal, mengeluarkan secret tanpa bantuan
Mandiri

Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi pernapasan, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori
Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sektret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan
Catat kemempuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Pengeluaran sulit bila sektret sangant tebal(mis: efek infeksidan/ tidak adekuat hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru tau luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi/inetrvensi lanjut.
Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk atau latihan napas dalam.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
Bersihkan secret dari mulut dan trakea: penghisapan sesuai pengeluaran.
Mwncegah obstruksi atau aspirasi. Pengisapan dapat dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengelauarkan sekret.
Pertahankan masuknya cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Pemasukan cairan dapat membantu untuk mengncerkan secret, membuatnya mudah dikeluarkan.
Kolaborasi

Lembabkan udara/ oksigen inspirasi
Mencegah pengeringan membrane mukosa; membantu mengencerkan secret.
Beri obat-obatan sesuai indikasi:
ü  Agen mukolitik, contoh asetilsistein (Mucomyst)



ü  Bronkodilator, contoh okstrifillin (Choledyl); toefillin(Theo-Dur).



ü  Kortikosteroid (Prednison)

ü  Agen mikolitik menurunkan kekentalan dan pelengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
ü  Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
ü  Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila respons inflamasi mengancam hidup.
Bersiap untuk membantu intubasi darurat.
Intubasi diperlukan pada kasus jarang bronkogenik TB dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

v  Dx2 : Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar-kapiler

Tujuan dan Kreteria Hasil
Tindakan
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas dapat terjadi dengan kreteria hasil px bebas dari gejala distress pernapasan.
Mandiri:

Kaji dispenia, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi napas, peningktan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, efusi pleural, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispenia berat sampai distress pernapasan.
Evaluasai perubahan sampai tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit., termasuk membrane mukosa dan kuku.
Akumulasi secret/ pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dari jaringan.
Tunjukkan/ dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosia atau kerusakan perenkim.
Membuat tahanan melawan udara laur, untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru/ menghilangkan/ menurunkan napas pendek.
Tingkatkan tirah baring/ batasi aktivitas dan bantu kativitas perawatan diri sesuai keperluan.
Menurunkan pengguaan oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi

Awasi seri GDA/ nadi oksemetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
Berikan oksigen tambahan yang sesui
Alat dlam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terdahap penurunan ventilasi/ menurunnya pemasukan alveolar paru.

v  Dx 3 : Resiko penularan infeksi b.d terpajanan lingkungan

Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan resiko infeksi dapat terarasi dengan kreteria hasil px dapat  menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/ system limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Membantu pasien menyadari/menerima perlunya memetuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaiman penyakit disebarkan dan disadarkan kemungkinan transmisi membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat, teman.
Orang-oarang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadi infeksi.
Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan minghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai ddan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demontrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penularan infeksi.
Kaji tindakan control infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernapasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma social sehubungan dengan penyakit menular.
Awasi suhu sesuai indikasi.
Reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut.
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme; malnutrisi/bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun/kortikosteroid; adanya diabetes militus, kanker, kalium.
Pengetahuan tentang faktor ini membantu membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari/ menurunkan insiden eksaserbasi.
Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodic terhadap sputum intuk lamanya terapi.
Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons pasien terhadap terapi.
Dorong untuk memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.
Adanya anoreksia dan/atau malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil dapat meningkatkan pemasukkan semua.
Kolaborasi:

Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh: obat utama: Isoniazid (INH) etanbutol (Myambutol); rifampin (RMP/Rifadin).
Kombinasi agen antiinfeksi sigunakan, contoh 2 obat primer tambah 1 dan obat sekunder. INH biasanya dapat pilihan untuk pasien infeksi dan pada resiko terjadi TB.

v  Dx 4 : Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang minat pada makan

Tujuan dan Kreteria Hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kreteria hasil px dapat menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorim normal dan bebas tanda malnutrisi

Mandiri

Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisiak derajat/ luasnya masalah dan pemilihan intervensi yang tepat.
Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai
Membentu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat emperbaiki masukan diet.
Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubunngan dengan obat. Awasi frekuensi, volume dan konsistensi feses.
Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrisi.
Dorong dan beriakn istirahat sering.
Membantu menghemat energy khususnya bial kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
Berikan perawatan mulut sebelumdan sesudah tindakan pernapasan.
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Memaksimalkan pemasukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energy dari makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontra indikasi
Membuat lingkuang sosial lebih normal selama makanan membantu memenuhi personal dan kultural.
Kolaborasi

Rujuk ke ahli diet untuk menentukan diet.
Member bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik diet.
Konsul dengan terapi pernapasan jadwal pengobtan 1-2 jam sebelum/sesudah makan.
Dapat menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut yang penuh.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BIN, protein, serum dan albumin.
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/perubahan program terapi.
Berikan antiperetik tepat.
Demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga konsumsi kalori.

v  Dx5 : kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi proses penyakit

Tujuan dan Kreteri Hasil
Intervensi
Rasional
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan px memahami tentang proses penyakit denag kreteri hasil px menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
Mandiri:

Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik diaman pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlihat.
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernapas, kehilagan perdengaran, vertigo.
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memrlukan evaluasi lanjut.
Tekakankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Memenuhi kebutuhan metabolik memebantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengncerkan/ mengeluarkan secret.
Berikan intruksi atau informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.
Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengimgat sejumlah besar informasi.
Jalaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama.
Meningkatkan kerjamsama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh: mulut kering, konstipasi, gangguan pengelihatan, sakit kepala, hipertensi ortostatik) dan pemecahan masalah.
Mencegah/ menurunkan ketidak nyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
Tekankan untuk tidak minum sementara minum INH.
Kobinasi INH dan alcohol telah menunjukkan peningkatan insiden hepatitis.
Rujuk untuk pemereksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan setelah minum etambutol.
Efek samping utama menurunkan pengelihatan; tanda awal menurunnya kemampuan untuk melihat warna hijau.
Dorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan takut/ masalah. Jawab pertanyaan secara nyata. Catata lamanya penggunaan penyangkalan.
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi/ peningkatan ansietas. Ketidakadekuatan keuangan/ penyangkalan lama lama dapat mempengaruhi koping  dengan/ menejemen tugas untuk meningkatkan/mempertahankan kesehatan.
Dorong untuk tidak merokok
Meskipun merokok tidak merangsang pengulangan TB, tetapi meningkatkan disfunsi pernapasan/bronchitis.

3            IMPLEMENTASI
Implementasi sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah terjadinya infeksi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan).
Implementasi dari intervensi diatas meliputi:
No Dx
Implementasi
1.       
Mandiri
·         Melakukan pengkajian fungsi pernapasan, contoh bunyi pernapasan, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori
·         Mencatat kemempuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
·         Memberikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk atau latihan napas dalam.
·         Membersihkan secret dari mulut dan trakea: penghisapan sesuai pengeluaran.
·         Mempertahankan masuknya cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Kolaborasi
·         Melembabkan udara/ oksigen inspirasi
·         Memberi obat-obatan sesuai indikasi:
ü  Agen mukolitik, contoh asetilsistein (Mucomyst)
ü  Bronkodilator, contoh okstrifillin (Choledyl); toefillin(Theo-Dur).
ü  Kortikosteroid (Prednison)
·         Membantu intubasi darurat.
2.       
Mandiri:
·         Mengkaji dispenia, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi napas, peningktan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
·         Melakukan evaluasai perubahan sampai tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau perubahan pada warna kulit., termasuk membrane mukosa dan kuku.
·         Menunjukkan/ mendorong bernapas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosia atau kerusakan perenkim.
·         Meningkatkan tirah baring/ membatasi aktivitas dan bantu kativitas perawatan diri sesuai keperluan.
Kolaborasi
·         Mengawasi seri GDA/ nadi oksemetri
·         Memberikan oksigen tambahan yang sesui
3.       
Mandiri:
·         Mengkaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/ system limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
·         Mengidentifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat, teman.
·         Menganjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan minghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai ddan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demontrasi.
·         Mengkaji tindakan control infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernapasan.
·         Mengwasi suhu sesuai indikasi
·         Mengidentifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme; malnutrisi/bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun/kortikosteroid; adanya diabetes militus, kanker, kalium.
·         Menekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
·         Mengkaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodic terhadap sputum intuk lamanya terapi.
·         Mendorong untuk memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.
Kolaborasi:
·         Memberikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh: obat utama: Isoniazid (INH) etanbutol (Myambutol); rifampin (RMP/Rifadin).
4.       
Mandiri:
·         Mencatat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
·         Memastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tidak disukai
·         Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
·         Menyelidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubunngan dengan obat. Awasi frekuensi, volume dan konsistensi feses.
·         Mendorong dan beriakn istirahat sering.
·         Mendorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
·         Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontra indikasi
Kolaborasi
·         Merujuk ke ahli diet untuk menentukan diet.
·         Melakukan konsul dengan terapi pernapasan jadwal pengobtan 1-2 jam sebelum/sesudah makan.
·         Mengawasi pemeriksaan laboratorium, contoh BIN, protein, serum dan albumin.
·         Memberikan antiperetik tepat.
5.       
Mandiri:
·         Mengkaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik diaman pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlihat.
·         Mengidentifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernapas, kehilagan perdengaran, vertigo.
·         Menekakankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
·         Memberikan intruksi atau informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.
·         Menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama.
·         Mengkaji potensial efek samping pengobatan (contoh: mulut kering, konstipasi, gangguan pengelihatan, sakit kepala, hipertensi ortostatik) dan pemecahan masalah.
·         Menekankan untuk tidak minum sementara minum INH.
·         Merujuk untuk pemereksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan setelah minum etambutol.
·         Mendorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan takut/ masalah. Jawab pertanyaan secara nyata. Catata lamanya penggunaan penyangkalan.
·         Mendorong untuk tidak merokok


·         Dx 1:
ü  pola napas px normal
ü  px mengeluarkan sekret tanpa bantuan
·         Dx 2:
ü  px bebas dari gejala distress pernapasan
·         Dx 3:
ü  px dapat  menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
·         Dx 4:
ü  px dapat menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorim normal dan bebas tanda malnutrisi
·         Dx 5:
ü  px menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.

·         Tuberkulosa paru (TBC) adalah suatu penyakit infeksi kronik, akut atau subakut yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkolulosis yang bersifat tahan asam, aerob dan merupakan hasil gram positif, yang ada umumnya menyerang struktur alveolar par-paru.
·         Tuberculosis paru (TBC) disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu mikrobakterium tuberculosis. Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5 µm, bentuknya seragam, tidak berspora, dan tidak bersimpai

Kita sebagai perawat hendaknya tahu tentang konsep dasar dari gejala-gejala pada penyakit TB paru karena penyakit ini sangat dapat menyababkan kematian serta dapat merumuskan suatu rencana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang mengalamipenyakit TB paru, dan berikan HE pada pasien agar mengetahui tanda dan gejala serta penyebab dari TB paru.









DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Prince, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Panitia S.A.K. 2001. Standar Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru. Jakarta: P.K. St. Carolus.